Jumat, 08 Juni 2012

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

SEKOLAH : 
MATA PELAJARAN : Bahasa Indonesia
KELAS : X
SEMESTER : 1

A. STANDAR KOMPETENSI :

Mendengarkan : 1. Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung /tidak langsung

B. KOMPETENSI DASAR :
1.2 Mengidentifikasi unsur  sastra (intrinsik dan ekstrinsik)  suatu cerita yang disampaikan secara langsung atau melalui rekam¬an

C. MATERI PEMBELAJARAN :
 Rekaman cerita, tuturan langsung (kaset, CD, buku cerita)
• unsur intrinsik (tema, alur, konflik, penokohan, sudut pandang, dan amanat)
• unsur ekstrinsik (agama, politik, sejarah, budaya)

D. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI :
NoIndikator Pencapaian Kompetensi Nilai Budaya Dan Karakter BangsaKewirausahaan/ Ekonomi Kreatif
1
Menyampaikan unsur-unsur  ekstrinsik (nilai moral,kebudayaan, agama, dll.).
Bersahabat/komunikatif 
Tanggung jawab
Kepemimpinan
2Menanggapi (setuju atau tidak setuju) unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang disampaikan teman.


3Menyampaikan  unsur-unsur intrinsik  ( tema, penokohan, konflik,  amanat, dll.).

4Menanggapi (setuju atau tidak setuju) unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang disampaikan teman.



E. TUJUAN PEMBELAJARAN* :
Siswa dapat:
• Menyampaikan unsur-unsur intrinsik ( tema, penokohan, konflik, amanat, dll.) yang terkandung di  dalam cerita yang disajikan disertai contoh kutipannya.
• Menyampaikan unsur-unsur ekstrinsik (nilai moral,kebudayaan, agama, dll.) yang terkandung di dalam cerita yang disajikan disertai contoh kutipannya.
• Menanggapi (setuju atau tidak setuju) unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang disampaikan teman dengan menggunakan bahasa yang santun dan efektif.

F. METODE PEMBELAJARAN : 
- Penugasan
- Diskusi
- Tanya Jawab
- Unjuk kerja
- Ceramah
- Demonstrasi


G. Strategi Pembelajaran 
Tatap Muka Terstruktur Mandiri
  • Memahami siaran atau cerita yang disampaikan secara langsung /tidak langsung.
Menyampaikan unsur-unsur  ekstrinsik (nilai moral,kebudayaan, agama, dll.) 
Mencari siaran atau cerita yang disampaikan  secara langsung /tidak langsung  • Menanggapi (setuju atau tidak setuju) unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang disampaikan teman. Siswa dapatMenyampaikan  unsur-unsur intrinsik  ( tema, penokohan, konflik,  amanat, dll.) yang terkandung di dalam cerita yang disajikan disertai contoh kutipannya.
Siswa Menyimpulkan tentangsiaran atau cerita yang disampaikan secara langsung /tidak langsung.


H. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN :
NoKegiatan Belajar Nilai Budaya Dan Karakter Bangsa
1
 Kegiatan Awal; 
  - Guru menjelaskan Tujuan Pembelajaran hari 

Bersahabat/komunikatif
2
Kegiatan Inti :
- Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi :
- Mendengarkan cerita daerah tertentu (Misalnya: Si Kabayan, Roro Jonggrang, Malin Kundang)*
- Mengidentifikasi unsur intrinsik dan ekstrinsik
- Menyampaikan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik.
- Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, 
- ceritakan yang disampaikan secara langsung atau melalui rekam¬an 
- Diskusi dan tanya jawab
- Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, Siswa:
- Menyimpulkan tentang hal-hal yang belum diketahui 
-Menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui. 
Tanggung Jawab

3
Kegiatan Akhir
- Refleksi
- Guru menyimpulkan pembelajaran hari ini. Bersahabat/ komunikatif

Bersahabat/komunikatif

I. ALOKASI WAKTU :
4 x 40 menit
J. SUMBER BELAJAR/ALAT/BAHAN :
Buku cerita/kaset

LKS : Tim. Bahasa Indonesia SMA X. Sukoharjo: Pustaka Firdaus. Buku pendamping: Syamsuddin A.R. Kompetensi Berbahasa dan Sastra Indonesia Kelas X. Surakarta: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 2006.

K. PENILAIAN :
Jenis Tagihan:
 * Tugas individu
* Ulangan

 Bentuk Instrumen:
* Uraian bebas
* Pilihan ganda
* Jawaban singkat

                                                                                                     Mengetahui,        2011
                                  
Kepala Sekolah                                                            Guru Mata Pelajaran
NIP.                                                                            NIP.

Senin, 04 Juni 2012

SINTAKSIS BAHASA INDONESIA

SINTAKSIS BAHASA INDONESIA
Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani (Sun + tattein) yang berarti mengatur bersama-sama. Manaf (2009:3) menjelaskan bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang membahas struktur internal kalimat. Struktur internal kalimat yang dibahas adalah frasa, klausa, dan kalimat. Jadi frasa adalah objek kajian sintaksis terkecil dan kalimat adalah objek kajian sintaksis terbesar.
1. Frasa
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 2003:222). Perhatikan contoh-contoh berikut.
1.    bayi sehat
2.    pisang goreng
3.    baru datang
4.    sedang membaca
Satuan bahasa bayi sehat, pisang goreng, baru datang, dan sedang membaca adalah frasa karena satuan bahasa itu tidak membentuk hubungan subjek dan predikat. Widjono (2007:140) membedakan frasa berdasarkan kelas katanya yaitu frasa verbal, frasa adjektiva, frasa pronominal, frasa adverbia, frasa numeralia, frasa interogativa koordinatif, frasa demonstrativa koordinatif, dan frasa preposisional koordinatif. Berikut ini dijelaskan satu persatu jenis frasa.
1.1.      Frasa verbal
Frasa verbal adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata kerja. Frasa verbal terdiri dari tiga macam seperti yang dijelaskan berikut ini.
1.1.1.      Frasa verbal modifikatif (pewatas) yang dibedakan menjadi.
1.1.1.1. Pewatas belakang, seperti contoh berikut ini.
1.    Ia bekerja keras sepanjang hari.
2.    Orang itu bekerja cepat setiap hari.
1.1.1.2. Pewatas depan, seperti contoh berikut ini.
1.    Kami akan menyanyikan lagu kebangsaan.
2.    Mereka pasti menyukai makanan itu.
1.1.2.      Frasa verbal koordinatif yaitu dua verba yang disatukan dengan kata penghubung dan atau atau, seperti contoh berikut ini.
1.    Mereka mencuci dan menjemur pakaiannya.
2.    Kita  pergi atau menunggu ayah.
1.1.3.      Frasa verbal apositif yaitu sebagai keterangan yang ditambahkan atau diselipkan. Contohnya adalah sebagai berikut.
1.    Aie Pacah, tempat tinggal saya, akan menjadi pusat pemerintahan kota Padang.
2.    Usaha Pak Ali, berdagang kain, kini menjadi grosir.
1.2.      Frasa Adjektival
Frasa adjektival adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata sifat atau keadaan sebagai inti (yang diterangkan) dengan menambahkan kata lain yang berfungsi menerangkan seperti agak, dapat, harus, kurang, lebih, paling, dan sangat. Frasa adjektival mempunyai tiga jenis seperti yang dijelaskan berikut ini.
1.2.1.      Frasa adjektival modifikatif (membatasi), contohnya adalah sebagai berikut.
1.    Tampan nian kekasih barumu.
2.    Hebat benar kelakuannya.
1.2.2.      Frasa adjektival koordinatif (menggabungkan), contohnya adalah sebagai berikut.
1.    Setelah pindah, dia aman tentram di rumah barunya.
2.    Dia menginginkan pria yang tegap kekar untuk menjadi suaminya.
1.2.3.      Frasa adjektival apositif seperti contoh berikut ini.
1.    Srikandi cantik, ayu rupawan, diperistri oleh Arjuna.
2.    Skripsi yang berkualitas, terpuji dan terbaik, diterbitkan oleh Universitas.
1.3.      Frasa Nominal
Frasa nominal adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah kata benda. Frasa nominal dibagi menjadi tiga jenis seperti yang dijelaskan berikut ini.
1.3.1.      Frasa nominal modifikatif (mewatasi), misalnya rumah mungil, hari minggu, bulan pertama. Contohnya seperti berikut ini.
1.    Pada hari minggu layanan pustaka tetap dibuka.
2.    Pada bulan pertama setelah menikah, mereka sudah mulai bertengkar.
1.3.2.      Frasa nominal koordinatif (tidak saling menerangkan), misalnya hak dan kewajiban, dunia akhirat, lahir bathin, serta adil dan makmur. Contohnya seperti berikut ini.
1.    Seorang PNS harus memahami hak dan kewajiban sebagai aparatur negara.
2.    Setiap orang menginginkan kebahagiaan dunia akhirat.
1.3.3.      Frasa nominal apositif, contohnya seperti berikut ini.
1.    Anton, mahasiswa teladan itu, kini menjadi dosen di Universitasnya.
2.    Burung Cendrawasih, burung langka dari Irian itu, sudah hampir punah.
1.4.      Frasa adverbial
Frasa adverbial adalah kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat. Frasa adverbial dibagi dua jenis yaitu.
1.4.1.      Frasa adverbial yang bersifat modifikatif (mewatasi), misalnya sangat pandai, kurang pandai, hampir baik, dan pandai sekali. Contoh dalam kalimat seperti berikut ini.
1.    Dia kurang pandai bergaul di lingkungan tempat tinggalnya.
2.    Kemampuan siswa saya dalam mengarang berada pada kategori hampir baik.
1.4.2.      Frasa adverbial yang bersifat koordinatif  (tidak saling menerangkan), contohnya seperti berikut ini.
1.    Jarak rumah ke kantornya lebih kurang dua kilometer.
1.5.      Frasa Pronominal
Frasa pronominal adalah frasa yang dibentuk dengan kata ganti. Frasa pronominal terdiri dari tiga jenis yaitu seperti berikut ini.
1.5.1.      Frasa pronominal modifikatif, contohnya seperti berikut.
1.    Kami semua dimarahi guru karena meribut.
2.    Mereka berdua minta izin karena mengikuti perlombaan.
1.5.2.      Frasa pronominal koordinatif, contohnya seperti berikut.
1.    Aku dan kau suka dancow.
2.    Saya dan dia sudah lama tidak bertegur sapa.
1.5.3.      Frasa pronominal apositif, contohnya seperti berikut.
1.    Kami, bangsa Indonesia, menyatakan perang terhadap korupsi.
2.    Mahasiswa, para pemuda, siap menjadi pasukan anti korupsi.
1.6.      Frasa Numeralia
Frasa numeralia adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata bilangan. Frasa numeralia terdiri dari dua jenis yaitu.
1.6.1.      Frasa numeralia modifikatif, contohnya seperti di bawah ini.
1.    Mereka memotong dua puluh ekor sapi kurban.
2.    Orang itu menyumbang pembangunan jalan dua juta rupiah.
1.6.2.      Frasa numeralia koordinatif, contohnya seperti di bawah ini.
1.    Lima atau enam orang bertopeng melintasi kegelapan pada gang itu.
2.    Entah tiga, entah empat kali dia sudah meminjam uang saya.
1.7.      Frasa Introgativa koordinatif
Frasa introgativa koordinatif adalah frasa yang berintikan pada kata tanya. Contohnya seperti berikut ini.
1.    Jawaban apa atau siapa merupakan ciri subjek kalimat.
2.    Jawaban mengapa atau bagaimana merupakan pertanda jawaban prediket.
1.8.      Frasa Demonstrativa koordinatif
Frasa demonstrativa koordinatif adalah frasa yang dibentuk dengan dua kata yang tidak saling menerangkan. Contohnya seperti berikut ini.
1.    Saya bekerja di sana atau di sini sama saja.
2.    Saya memakai baju ini atau itu tidak masalah.
1.9.      Frasa Proposional Koordinatif
Frasa proposional koordinatif dibentuk dari kata depan dan tidak saling menerangkan. Contohnya seperti berikut.
1.    Perjalanan kami dari dan ke Bandung memerlukan waktu enam jam.
2.    Koperasi dari, oleh dan untuk anggota.
2. Klausa
Klausa adalah sebuah konstruksi yang di dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung unsur predikatif (Keraf, 1984:138). Klausa berpotensi menjadi kalimat. (Manaf, 2009:13) menjelaskan bahwa yang membedakan klausa dan kalimat adalah intonasi final di akhir satuan bahasa itu. Kalimat diakhiri dengan intonasi final, sedangkan klausa tidak diakhiri intonasi final. Intonasi final itu dapat berupa intonasi berita, tanya, perintah, dan kagum.
Widjono (2007:143) membedakan klausa sebagai berikut.
2.1. Klausa kalimat majemuk setara
Dalam kalimat majemuk setara (koordinatif), setiap klausa memiliki kedudukan yang sama. Kalimat majemuk koordinatif dibangun dengan dua klausa atau lebih yang tidak saling menerangkan. Contohnya sebagai berikut.
Rima membaca kompas, dan adiknya bermain catur.
Klausa pertama Rima membaca kompas. Klausa kedua adiknya bermain catur. Keduanya tidak saling menerangkan.
2.2. Klausa kalimat majemuk bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat dibangun dengan klausa yang berfungsi menerangkan klausa lainnya. Contohnya sebagai berikut.
Orang itu pindah ke Jakarta setelah suaminya bekerja di Bank Indonesia.
Klausa orang itu pindah ke Jakarta sebagai klausa utama (lazim disebut induk kalimat) dan klausa kedua suaminya bekerja di Bank Indonesia merupakan klausa sematan (lazim disebut anak kalimat).
2.3. Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat
Klausa gabungan kalimat majemuk setara dan bertingkat, terdiri dari tiga klausa atau lebih. Contohnya seperti berikut ini.
1.    Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi.
Kalimat di atas terdiri dari tiga klausa yaitu.
1)      Dia pindah ke Jakarta (klausa utama)
2)      Setelah ayahnya meninggal (klausa sematan)
3)      Ibunya kawin lagi (klausa sematan)
1.    Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal. (Kalimat majemuk bertingkat)
2.    Ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi. (Kalimat majemuk setara)
3. Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang merupakan kesatuan pikiran (Widjono:146). Manaf (2009:11) lebih menjelaskan dengan membedakan kalimat menjadi bahasa lisan dan bahasa tulis. Dalam bahasa lisan, kalimat adalah satuan bahasa yang mempunyai ciri sebagai berikut: (1) satuan bahasa yang terbentuk atas gabungan kata dengan kata, gabungan kata dengan frasa, atau gabungan frasa dengan frasa, yang minimal berupa sebuah klausa bebas yang minimal mengandung satu subjek dan prediket, baik unsur fungsi itu eksplisit maupun implisit; (2) satuan bahasa itu didahului oleh suatu kesenyapan awal, diselingi atau tidak diselingi oleh kesenyapan antara dan diakhiri dengan kesenyapan akhir yang berupa intonasi final, yaitu intonasi berita, tanya, intonasi perintah, dan intonasi kagum. Dalam bahasa tulis, kalimat adalah satuan bahasa yang diawali oleh huruf kapital, diselingi atau tidak diselingi tanda koma (,), titik dua (:), atau titik koma (;), dan diakhiri dengan lambang intonasi final yaitu tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!).
3.1.      Ciri-ciri kalimat
Widjono (2007:147) menjelaskan ciri-ciri kalimat sebagai berikut.
1.    Dalam bahasa lisan diawali dengan kesenyapan dan diakhiri dengan kesenyapan. Dalam bahasa tulis diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru.
2.    Sekurang-kurangnya terdiri dari atas subjek dan prediket.
3.    Predikat transitif disertai objek, prediket intransitif dapat disertai pelengkap.
4.    Mengandung pikiran yang utuh.
5.    Mengandung urutan logis, setiap kata atau kelompok kata yang mendukung fungsi (subjek, prediket, objek, dan keterangan) disusun dalam satuan menurut fungsinya.
6.    Mengandung satuan makna, ide, atau pesan yang jelas.
7.    Dalam paragraf yang terdiri dari dua kalimat atau lebih, kalimat-kalimat disusun dalam satuan makna pikiran yang saling berhubungan.
3.2.      Fungsi sintaksis dalam kalimat
Fungsi sintaksis pada hakikatnya adalah ”tempat” atau ”laci” yang dapat diisi oleh bentuk bahasa tertentu (Manaf, 2009:34). Wujud fungsi sintaksis adalah subjek (S), prediket (P), objek (O), pelengkap (Pel.), dan keterangan (ket). Tidak semua kalimat harus mengandung semua fungsi sintaksis itu. Unsur fungsi sintaksis yang harus ada dalam setiap kalimat adalah subjek dan prediket, sedangkan unsur lainnya, yaitu objek, pelengkap dan keterangan merupakan unsur penunjang dalam kalimat. Fungsi sintaksis akan dijelaskan berikut ini.
3.2.1.      Subjek
Fungsi subjek merupakan pokok dalam sebuah kalimat. Pokok kalimat itu dibicarakan atau dijelaskan oleh fungsi sintaksis lain, yaitu prediket. Ciri-ciri subjek adalah sebagai berikut:
1.    jawaban apa atau siapa,
2.    dapat didahului oleh kata bahwa,
3.    berupa kata atau frasa benda (nomina)
4.    dapat diserta kata ini atau itu,
5.    dapat disertai pewatas yang,
6.    tidak didahului preposisi di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dan lain-lain,
7.    tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat diingkarkan dengan kata bukan.
Hubungan subjek dan prediket dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.
1.    Adik bermain.
S         P
1.    Ibu memasak.
S        P
3.2.2.      Predikat
Predikat merupakan unsur yang membicarakan atau menjelaskan pokok kalimat atau subjek. Hubungan predikat dan pokok kalimat dapat dilihat pada contoh-contoh di bawah ini.
1.    Adik bermain.
S        P
Adik adalah pokok kalimat
bermain adalah yang menjelaskan pokok kalimat.
1.    Ibu memasak.
S        P
Ibu adalah pokok kalimat
memasak adalah yang menjelaskan pokok kalimat.
Prediket mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.    bagian kalimat yang menjelaskan pokok kalimat,
2.    dalam kalimat susun biasa, prediket berada langsung di belakang subjek,
3.    prediket umumnya diisi oleh verba atau frasa verba,
4.    dalam kalimat susun biasa (S-P) prediket berintonasi lebih rendah,
5.    prediket merupakan unsur kalimat yang mendapatkan partikel –lah,
6.    prediket dapat merupakan jawaban dari pertanyaan apa yang dilakukan (pokok kalimat) atau bagaimana (pokok kalimat).
3.2.3.      Objek
Fungsi objek adalah unsur kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba transitif pengisi predikat dalam kalimat aktif. Objek dapat dikenali dengan melihat verba transitif pengisi predikat yang mendahuluinya seperti yang terlihat pada contoh di bawah ini.
1.    Dosen menerangkan materi.
S              P               O
menerangkan adalah verba transitif.
1.    Ibu menyuapi adik.
S         P          O
Menyuapi adalah verba transitif.
Objek mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.    berupa nomina atau frasa nominal seperti contoh berikut,
1.    Ayah membaca koran.
S           P           O
Koran adalah nomina.
1.    Adik memakai tas baru.
S          P            O
Tas baru adalah frasa nominal
1.    berada langsung di belakang predikat (yang diisi oleh verba transitif) seperti contoh berikut,
1.    Ibu memarahi kakak.
S         P           O
1.    Guru membacakan pengumuman.
S             P                    O
1.    dapat diganti enklitik –nya, ku atau –mu, seperti contoh berikut,
1.    Kepala sekolah mengundang wali murid.
S                     P                 O
1.    Kepala sekolah mengundangnya.
S                      P          O
1.    objek dapat menggantikan kedudukan subjek ketika kalimat aktif transitif dipasifkan, seperti contoh berikut,
1.    Ani membaca buku.
S        P           O
1.    Buku dibaca Ani.
S        P     Pel.
3.2.4.      Pelengkap
Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi, mengkhususkan objek, dan melengkapi struktur kalimat. Pelengkap (pel.) bentuknya mirip dengan objek karena sama-sama diisi oleh nomina atau frasa nominal dan keduanya berpotensi untuk berada langsung di belakang predikat. Kemiripan antara objek dan pelengkap dapat dilihat pada contoh berikut.
1.    Bu Minah berdagang sayur di pasar pagi.
S              P            pel.         ket.
1.    Bu Minah menjual sayur di pasar pagi.
S              P         O           ket.
Pelengkap mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.    pelengkap kehadirannya dituntut oleh predikat aktif yang diisi oleh verba yang dilekati oleh prefiks ber dan predikat pasif yang diisi oleh verba yang dilekati oleh prefiks di- atau ter-, seperti contoh berikut.
1.   
1.    Bu Minah berjualan sayur di pasar pagi.
S             P           Pel.        Ket.
1.   
1.    Buku dibaca Ani.
S       P      Pel.
1.    pelengkap merupakan fungsi kalimat yang kehadirannya dituntut oleh verba dwitransitif pengisi predikat seperti contoh berikut.
1.   
1.    Ayah membelikan adik mainan.
S            P            O        Pel.
membelikan adalah verba dwitransitif.
1.    pelengkap merupakan unsur kalimat yang kehadirannya mengikuti predikat yang diisi oleh verba adalah, ialah, merupakan, dan menjadi, seperti contoh berikut.
1.   
1.    Budi menjadi siswa teladan.
S        P               Pel.
1.   
1.    Kemerdekaan adalah hak semua bangsa.
S               P                 Pel.
1.    dalam kalimat, jika tidak ada objek, pelengkap terletak langsung di belakang predikat, tetapi kalau predikat diikuti oleh objek, pelengkap berada di belakang objek, seperti pada contoh berikut.
1.   
1.    Pak Ali berdagang buku bekas.
S            P               Pel.
1.   
1.    Ibu membelikan Rani jilbab.
S           P            O     Pel.
1.    pelengkap tidak dapat diganti dengan pronomina –nya, seperti contoh berikut.
1.   
1.    Ibu memanggil adik.
S          P           O
Ibu memanggilnya.
S          P         O
1.   
1.    Pak Samad berdagang rempah.
S               P            Pel.
Pak Samad berdagangnya (?)
1.    satuan bahasa pengisi pelengkap dalam kalimat aktif tidak mampu menduduki fungsi subjek apabila kalimat aktif itu dijadikan kalimat pasif seperti contoh berikut.
1.   
1.    Pancasila merupakan dasar negara.
S               P                Pel.
1.   
1.    Dasar negara dirupakan pancasila (?)
3.2.5.      Keterangan
Keterangan adalah unsur kalimat yang memberikan keterangan kepada seluruh kalimat. Sebagian besar unsur keterangan merupakan unsur tambahan dalam kalimat. Keterangan sebagai unsur tambahan dalam kalimat dapat dilihat pada contoh berikut.
1.    Ibu membeli kue di pasar.
S        P        O   Ket. tempat
1.    Ayah menonton TV tadi pagi.
S          P         O  Ket. waktu
Keterangan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.    umumnya merupakan keterangan tambahan atau unsur yang tidak wajib dalam kalimat, seperti contoh berikut.
1.    Saya membeli buku.
S         P          O
1.    Saya membeli buku di Gramedia.
S          P          O   Ket. tempat
1.    keterangan dapat berpindah tempat tanpa merusak struktur dan makna kalimat, seperti contoh berikut.
1.    Dia membuka bungkusan itu dengan hati-hati.
S         P                O                  Ket. cara
1.    Dengan hati-hati dia membuka bungkusan itu.
Ket. cara        S         P                O
1.    keterangan diisi oleh adverbia, adjektiva, frasa adverbial, frasa adjektival, dan klausa terikat, seperti contoh berikut.
1.    Ali datang kemarin.
S     P      Ket. waktu
1.    Ibu berangkat kemarin sore.
S        P          Ket. waktu
Manaf (2009:51) membedakan keterangan berdasarkan maknanya seperti dijelaskan berikut.
1.    Keterangan tempat
Keterangan tempat adalah keterangan yang mengandung makna tempat. Keterangan tempat dimarkahi oleh preposisi di, ke, dari (di) dalam, seperti contoh berikut.
1.    Ayah pulang dari kantor.
S        P     Ket, tempat
1.    Irfan bermain bola di lapangan.
S         P         O   Ket. tempat
1.    Keterangan waktu
Keterangan waktu adalah keterangan yang mengandung makna waktu. Keterangan waktu dimarkahi oleh preposisi pada, dalam, se-, sepanjang, selama, sebelum, sesudah. Selain itu ada keterangan waktu yang tidak diawali oleh preposisi, misalnya sekarang, besok, kemarin, nanti. Keterangan waktu dalam kalimat seperti contoh berikut.
1.    Dia akan datang pada hari ini.
S           P          Ket. waktu
1.    Dia menderita sepanjang hidupnya.
S          P           Ket. waktu
1.    Keterangan alat
Keterangan alat adalah keterangan yang mengandung makna alat. Keterangan alat dimarkahi oleh preposisi dengan dan tanpa. Keterangan alat dalam kalimat seperti contoh berikut.
1.    Ibu menghaluskan bumbu dengan blender.
S           P                 O         Ket. alat
1.    Kue itu dibuat tanpa cetakan.
S         P       Ket. alat
1.    Keterangan cara
Keterangan cara adalah keterangan yang berdasarkan relasi antarunsurnya, bermakna cara dalam melakukan kegiatan tertentu. Keterangan cara dimarkahi oleh preposisi dengan, secara, dengan cara, dengan jalan, tanpa. Pemakaian keterangan cara dalam kalimat seperti contoh berikut.
1.    Dia memasuki rumah kosong itu dengan hati-hati.
S         P                   O                    Ket. cara
1.    Habib mengendarai sepedanya dengan pelan-pelan.
S              P                 O              Ket. cara
1.    Keterangan tujuan
Keterangan tujuan adalah keterangan yang dalam hubungan antar unsurnya mengandung makna tujuan. Keterangan tujuan dimarkahi oleh preposisi agar, supaya, untuk, bagi, demi. Pemakaian keterangan tujuan dalam kalimat seperti contoh berikut.
1.    Arif giat belajar agar naik kelas.
S          P            Ket. tujuan
1.    Adonan itu diaduk supaya cepat kembang.
S               P            Ket. tujuan
1.    Keterangan penyerta
Keterangan penyerta adalah keterangan yang berdasarkan relasi antarunsurnya yang membentuk makna penyerta. Keterangan penyerta dimarkahi oleh preposisi dengan, bersama, beserta seperti yang terdapat dibawah ini.
1.    Mahasiswa pergi studi banding bersama dosen.
S           P               Pel        Ket. Penyerta
1.    Orang itu pindah bersama anak isterinya.
S           P             Ket. penyerta
1.    Keterangan perbandingan
Keterangan perbandingan adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna perbandingan. Keterangan perbandingan dimarkahi oleh preposisi seperti, bagaikan, laksana, seperti contoh berikut ini.
1.    Dia gelisah seperti cacing kepanasan.
S       P          Ket. Perbandingan
1.    Suara orang itu keras bagaikan halilintar.
S             P    Ket. Perbandingan
1.    Keterangan sebab
Keterangan sebab adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna sebab. Keterangan sebab dimarkahi oleh konjungtor sebab dan karena, seperti contoh berikut.
1.    Sebagian besar rumah rusak karena gempa.
S                    P       Ket. sebab
1.    Rakyat semakin menderita karena harga beras semakin naik.
S                  P                               Ket. sebab
1.    Keterangan akibat
Keterangan akibat adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna akibat. Keterangan akibat dimarkahi oleh konjungtor sehingga dan akibatnya, seperti contoh berikut ini.
1.    Dia sering berbohong sehingga temannya tidak percaya kepadanya.
S               P                                    Ket. Akibat
1.    Hutan lindung ditebang akibatnya sering terjadi tanah longsor.
S                 P                         Ket. Akibat
10.  Keterangan syarat
Keterangan syarat adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna syarat. Keterangan syarat dimarkahi oleh konjungtor jika dan apabila, seperti contoh berikut ini.
1.    Saya akan datang jika dia mengundang saya.
S            P                     Ket. Syarat
1.    Jika para pemimpin Indonesia jujur, rakyat akan sejahtera.
Ket. Syarat                         S              P
11.  Keterangan pengandaian
Keterangan pengandaian adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna pengandaian. Keterangan pengandaian dimarkahi oleh konjungtor andaikata, seandainya dan andaikan, seperti contoh berikut ini.
1.    Andaikan bulan bisa ngomong, dia tidak akan bohong.
Ket. Pengandaian             S               P
1.    Seandainya saya orang kaya, saya akan membantu orang miskin.
Ket. pengandaian           S                P                    O
12.  Keterangan atributif
Keterangan atributif adalah keterangan yang relasi antarunsurnya membentuk makna penjelasan dari suatu nomina. Keterangan atibutif dimarkahi oleh konjungtor yang, seperti contoh berikut ini.
1.    Mahasiswa yang indeks prestasinya paling tinggi mendapat
Ket. Atributif (S)                                P
beasiswa.
O
1.    Guru yang berbaju hijau itu adalah wali kelas saya.
Ket. Atributif (S)            P                O
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah.
Manaf, Ngusman Abdul, 2009. Sintaksis: Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia. Padang: Sukabina Press.
Widjono HS. 2007. Bahasa Indonesia: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.


SEMANTIK BAHASA INDONESIA

 SEMANTIK BAHASA INDONESIA
1.    Jenis Makna
Jenis makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata dapat dibedakan adanya makna referensial dan nonreferensial. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata dapat dibedakan adanya makna konotatif dan denotatif. Berdasarkan ketepatan maknanya dapat dibedakan adanya makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Selain pembagian tersebut, jenis makna dapat pula digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu (a) makna leksikal dan (b) makna kontekstual.
2.    Makna Leksikal
Makna leksikal (leksical me3aning, sematic meaning, external meaning) adalah makna kata yang berdiri sendiri baik dalam bentuk dasar maupun dalambentuk kompleks (turunan) dan makna yang ada tetap seperti apa yang dapat kita lihat dalam kamus. Makna leksikal dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu (a) makna konseptual yang meliputi makna konotatif, makna afektif, makna stilistik, makna kolokatif dan makna idiomatik.
3.    Makna Konseptual
Makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan konsepnya makna yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas asosiasi atau hubungan apa pun.
Makna konseptual disebut juga makna denotatif, makna referensial, makna kognitif, atau makna deskriptif. Makna konseptual dianggap sebagai faktor utama dalam setiap komunikasi.
4.    Makna Generik
Makna generik adalah makna konseptual yang luas, umum, yang mencakup beberapa makna konseptual yang khusus atau sempit.
Misalnya, sekolah dalam kalimat “Sekolah kami menang.” Bukan saja mencakup gedungnya, melainkan guru-guru, siswa-siswa dan pegawai tata usaha sekolah bersangkutan.
5.    Makna Spesifik
Makna spesifik adalah makna konseptual, khas, dan sempit.
Misalnya jika berkata “ahli bahasa”, maka yang dimaksud bukan semua ahli, melainkan seseorang yang mengahlikan dirinya dalam bidang bahasa.
6.    Makna Asosiatif
Makna asosiatif disebut juga makna kiasan atau pemakaian kata yang tidak sebenarnya. Makna asosiatif adalah makna yang dimilki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya kata bunglon berasosiasi dengan makna orang yang tidak berpendirian tetap.
7.    Makna Konotatif
Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap kata yang diucapkan atau didengar. Makna konotatif adalah makna yang digunakan untuk mengacu bentuk atau makna lain yang terdapat di luar makna leksikalnya.

8.    Makna Afektif
Makna afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan bahasa. Oleh karena itu, makna afektif berhubungan dengan gaya bahasa.
9.    Makna Stilistik
Makna stilistik berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek terutama kepada pembaca. Makna stilistik lebih dirasakan di dalam sebuah karya sastra. Sebuah karya sastra akan mendapat tempat tersendiri bagi kita karena kata yang digunakan mengandung makna stalistika. Makna stalistika lebih banyak ditampilkan melalui gaya bahasa.
10.    Makna Kolokatif
Makna kolokatif adalah makna yang berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama.
Misalnya kata ikan, gurami, sayur, tomat tentunya kata-kata tersebut akan muncul di lingkungan dapur. Ada tiga keterbatasan kata jika dihubungkan dengan makna kolokatif, yaitu (a) makna dibatasi oleh unsur yang membentuk kata atau hubungan kata, (b) makna dibatasi oleh tingkat kecocokan kata, (c) makna dibatasi oleh kecepatan.
11.    Makna Idiomatik
Makna idiomatik adalah makna yang ada dalam idiom, makna yang menyimpang dari makna konseptual dan gramatikal unsur pembentuknya. Dalam bahasa Indonesia ada dua macam bentuk idiom yaitu (a) idiom penuh dan (b) idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan satu kesatuan dengan satu makna. Idiom sebagian adalah idiom yang di dalamnya masih terdapat unsur yang masih memiliki makna leksikal.
12.    Makna Kontekstual
Makna kontekstual muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dengan situasi. Makna kontekstual disebut juga makna struktural karena proses dan satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.
13.    Makna Gramatikal
Makna grmatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat digabungkannya sebuah kata dalam suatu kalimat. Makna gramatikal dapat pula timbul sebagai akibat dari proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi.
14.    Makna Tematikal
Makna tematikal adalah makna yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis, baik melalui urutan kata-kata, fokus pembicaraan, maupun penekanan pembicaraan.
15.    Realasi makna adalah hubungan antara makna yang satu dengan makna kata yang lain.
16.    Pada dasarnya prinsip relasi makna ada empat jenis, yaitu (1) prinsip kontiguitas, (2) prinsip kolementasi, (3) prinsip overlaping, dan (4) inklusi. Jelaskan!
1.    Prinsip kontiguitas yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa beberapa kata dapat memiliki makna sama atau mirip. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut sinonimi.
2.    Prinsip komplementasi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna kata yang satu berlawanan dengan makna kata yang lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut antonimi.
3.    Prinsip overlaping yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa satu kata memiliki makna yang berbeda atau kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung makna berbeda. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut homonimi dan polisemi.
4.    Prinsip inklusi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup beberapa makna kata lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut hiponimi.
17.    Sinonimi adalah nama lain untuk benda atau hal yang sama. Sinonimi yaitu suatu istilah yang mengandung pengertian telaah, keadaan, nama lain.
    Contoh: pintar, pandai, cerdik, cerdas, cakap, mati, meninggal, berpulang, mangkat wafat
18.    Sinonimi tidak mutlak memiliki arti yang sama tetapi mendekati sama atau mirip.
19.    Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya sinonimi adalah penyerapan kata-kata asing, penyerapan kata-kata daerah, makna emotif dan evaluatif.
20.    Kata bersinonimi tidak dapat dipertukarkan tempatnya karena dipengaruhi oleh (1) faktor waktu, (2) faktor tempat atau daerah, (3) faktor sosial, (4) faktor kegiatan dan (5) faktor nuansa makna.
21.    Homonimi adalah kata-kata yang sama bunyi dan bentuknya tetapi mengandung makna dan pengertian yang berbeda.
22.    Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya homonimi adalah (1) kata-kata yang berhomonimi itu berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan, (2) kata-kata yang berhomonimi itu terjadi sebagaimana hasil proses morfologis.
23.    Homonimi yang homograf dan homofon adalah sama bunyi sama bentuknya.
Contoh: bisa  sanggup, dapat
    bisa  racun ular
    jagal  pedagang kecil
    jagal  orang yang bertugas menyembelih binatang
    padan  banding
    padan  batas
    padan  janji
    padan  curang
    padan  layar
24.    Homonimi yang tidak homograf tetapi homofon adalah bentuknya tidak sama tetapi bunyinya sama.
Contoh: bang  bentuk singkatan dari abang
    bank  lembaga yang mengurus uang
    sangsi  ragu
    sanksi  akibat
    syarat  janji
    sarat  penuh dan berat
25.    Homonimi yang homograf tidak homofon sama bentuk tetapi tidak bunyinya.
Contoh: teras  hati kayu atau bagian dalam kayu
    teras  pegawai utama
    teras  bidang tanah datar yang miring atau lebih tinggi dari yang lain
26.    Antonimi adalah nama lain untuk benda lain pula atau kebalikannya.
27.    Oposisi kembar yaitu perlawanan kata yang merupakan pasangan atau kembaran yang mencakup dua anggota.
Contoh: laki-laki  perempuan
kaya  miskin
ayah  ibu
28.    Oposisi gradual yaitu penyimpangan dari oposisi kembar antara dua istilah yang berlawanan masih terdapat sejumlah tingkatan antara.
Contoh: kaya dan miskin, besar dan kecil
Pada kata tersebut terdapat tingkatan (gradual) sangat kaya – cukup kaya – kaya – miskin – cukup miskin – sangat miskin, sangat besar – lebih besar – besar – kecil – lebih kecil – sangat kecil.
29.    Oposisi majemuk yaitu oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata. Satu kata berlawanan dengan dua kata atau lebih.
 Contoh:
        duduk
      Berdiri      berbaring         
         berjongkok
        tiarap
1.    Oposisi relasional yaitu oposisi antara dua kata yang mengandung relasi kebalikan, relasi pertentangan yang bersifat saling melengkapi.
Contoh: menjual beroposisi membeli
suami beroposisi istri
utara beroposisi selatan
2.    Oposisi hirarkis, oposisi ini terjadi karena setiap istilah menduduki derajat yang berlainan. Oposisi ini pada hakikatnya sama dengan oposisi majemuk. Kata-kata yang beroposisi hirarkis adalah kata-kata yang berupa nama satuan ukuran (berat, panjang, dan isi), satuan hitungan, nama jenjang kepangkatan dan sebagainya.
Contoh: meter beroposisi dengan kilometer
kuintal beroposisi dengan ton
3.    Oposisi inversi, oposisi ini terdapat pada pasangan kata seperti beberapa – semua, mungkin – wajib. Pengujian utama dalam menetapkan oposisi ini adalah apakah kata itu mengikuti kaidah sinonimi yang mencakup (a) penggantian suatu istilah dengan yang lain dan (b) mengubah posisi suatu penyangkalan dalam kaitan dengan istilah berlawanan.
Contoh: beberapa negara tidak mempunyai pantai = tidak semua negara mempunyai pantai
4.    Polisemi adalah relasi makna suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu atau kata yang memiliki makna yang berbeda-beda tetapi masih dalam satu aluran arti.
5.    Kata berhomonimi adalah kata-kata yang sama bunyi dan bentuknya.
Contoh: bisa  dapat
bisa  racun
Sedangkan polisemi adalah relasi makna suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu atau kata yang memiliki makna berbeda-beda tetapi masih dalam satu arti.
Contoh: kepala 1. bagian tubuh dari leher ke atas
2. bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan yang merupakan hal yang penting
3. pemimpin atau ketua

Profesionalisme Guru

Profesionalisme Guru

PENDAHULUAN
       Permasalahan belajar sebenarnya memiliki kandungan substansi yang “misterius’. Berbagai macam teori belajar telah ditawarkan para pakar pendidikan dengan belahar dapat ditempuh secara efektif dan efisien, dengan implikasi waktu cepat dan hasilnya banyak. Namun, sampai saat ini belum ada satupun teori yang dapat menawarkan strategi belajar secara tuntas. Masih banyak persoalan-persoalan belajar yang belum tersentuh oleh teori-teori tersebut.
      Kompleksitas persoalan yang terkait dengan belajar inilah yang menjadi penyebab sulitnya menuntaskan strategi belajar. Ada banyak faktor yang mesti dipertimbangkan dalam belajar, baik yang bersifat internal maupun yang eksternal. Diantara sekian banyak faktor eksternal terdapat guru yang sangat berpengaruh terhadap siswa. Sukses tidaknya para siswa dalam belajar di sekolah, sebagai penyebab tergantung pada guru. Ketika berada di rumah, para siswa berada dalam tanggung jawab orang tua, tetapi di sekolah tanggung jawab itu diambil oleh guru. Sementara itu, masyarakat menaruh harapan yang besar agar anak-anak mengalami perubahan-perubahan positif-konstruktif akibat mereka berinteraksi dengan guru.


            Harapan ini menjadi suatu yang niscaya terutama ketika dikaitkan dengan mutu pendidikan. Pembahasan mutu pendidikan betapapun akan terfokuskan pada input- proses-output. Input terkait dengan masyarakat sebagai “pemasok”sedangkan outuput terakait dengan masyarakat sebagai pengguna. Adapun proses terkait dengan guru sebagai pembimbing. Dataran proses inilah yang paling determinan dalam mewujudkan sitasi pembelajaran di sekolah baik yang membelenggu, atau sebaliknya membebaskan, membangkitkan dan menyadarkan.

Proses Pembelajaran yang Membelenggu
            Ada ungkapan yang menarik dari Emille Durkheim. Dia melukiskan dua fungsi pendidikan yang saling bertentangan yaitu pendidikan sebagai pembelenggu dan pendidikan sebagai pembebas individu1. Letak daya tarik dari pernyataan ini terdapat pada fungsi pendidikan sebagai pembelenggu. Selama ini kebanyakan masyarakat hanya memahami fungsi pendidikan sebagai pembebas individu. Ternyata pendidikan bisa berfungsi sebaliknya,s ebagai pembelenggu. Hal ini memberi pemahaman berikutnya bahwa penddikan bisa juga “berbahaya”bagi kemandirian, kreativitas dan kebebasan siswa sebagai individu.
            Dalam kaitannya dengan fungsi negatif yakni pendidikan sebagai pembelenggu ini agaknya dapat dilacak dari model-model pembelajaran yang dilaksanakan guru di dalam kelas. Jika kita adakan evaluasi, di kalanga kita sendiri memam\ng terdapat gejala-gejala perilaku guru dalam pembelajaran di kelas yang tidak kondusif mengakibatkan daya kritis siswa, bahkan dalam batas-batas tertentu membaayakan masa depan siswa seperti sikap guru yang sinis terhadap jawaban yang salah.
            Dalam suatu kelas tidak jarang guru melempar suatu pertanyaan yang harus dijawab siswa. Ada seorang siswa yang berani menjawab pertanyaan dengan penuh keyakinan dan harapan mendapat simpati guru. Apa yang terjadi justru di luar dugaan dengan jawaban itu teman-temannya di sekitar tertawa sedang guru mengatakan, “tidak, itu salah. Saya heran melihatmu”2. Kasus ini menurut Bobbi Deporter and Mike Hernacki, adalah awal terbentuknya citra negatif diri. Sejak saat itu belajar menjadi tugas sangat berat. Keraguan tumbuh dalam dirinya, dan dia mulai menguragi resiko sedikit demi sedikit3. Sebab dia merasa malu dan dipermalukan dihadapan banyak anak. Kesan negatif ini terus membayangi dalam perkembangan lantaran komentar itu.
            Komentar negatif selama ini seringkali  diterima anak bukan saja di sekolah,melainka juga di rumah atau di lingkungan masyarakat. Pada 1982, seorang pakar masalah kepercayaan diri, Jack canfield melaporkan bahwa hasil penelitian dalam sehari setiap anak rata-rata menerima 460 komentar negatif atau kritik dan hanya 75 komentar positif yang bersifat mendukung. Jadi,komentar negatif enam kali lebi banyak dari pada komentar positif4. Suasana seperti ini berbahaya bagi masa depan anak, mereka bisa merasa tegang dan terbebani ketika misalnay disuruh belajar. Dinding-dinding kelas dirasakan sebagai dinding-dinding tempat penjara.
            Model pembelajaran berikutnya  yang dapat membelenggu dan menindas siswa adalah sebagaimana yang Paulo Freire disebut sebagai pendidikan ”gaya bank”. Model ini menurut pengamatan Freire, menjadi sebuah kegiatan menabung: para murid sebagai celengannya sedangkan guru sebagai penbungnya..5  Ruang gerak yang disediakan bagi kegiatan murid hanya terbatas pada menerima, mencatat dan menyimpan.6 Semakin banyak  murid yang meyimpan tabungan, semakin kurang mengembangkan kesadaran kritisnya.7 
            Sesungguhnya, belajar itu merupakan pekerjaan yang cukup berat, yang menuntut skap kritis sistemik (Sistemic Critical Attitude) dan kemampuan intelektual yang hanya dapat diperoleh dengan praktek langsung. Sikap kritis sama sekali tidak dapat dihasilkan melalui pendidikan yang bergaya bank(banking action) ini.8 Dalam pendidikan model ini, yang dibutuhkan buka pemahaman isi, tetapi sekedar hafal(memorization). Bukan memahami teks, tetapi hanya menghafal dan jika siswa siswa melakukannya berarti siswa telah memenuhi kewajibannya.9 Padahal hafalan hanya akan menumpuk pengetahuan dalam arti pasif, karena tanpa upaya pengembangan sama sekali sebagai yang menjadi karakternya selama ini.
            Selanjutnya pembelajaran model bank ini telah menempatkan guru dan siswa dalam posisi berhadap-hadapan. Guru sebagai subyek dan siswa sebagai obyek, guru yang “menakdirkan” sedangkan siswa yang “ditakdirkan”, guru sebagai peran dan siwa sebagai yang diperankan. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan guru sebagai penindas sedang siswa sebagai tertindas. Freire setidaknya telah mengungkapkan peran yang kontras itu sebagai berikut:
- guru mengajar, murid diajar
- guru mengethui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa
- guru berfikir, murid dipikirkan
- guru bercerita, murid patuh mendengarkan
- guru menentukan peraturan, murid diatur
- guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujuinya
- guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melaui perbuatan gurunya.
- guru memiliki bahan dan isi pelajaran, murid (tanoa diminta pendapatnya) menyesuaikan diri dengan pelajaran itu.
- guru mencampur adukkan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya, yang ia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid
- guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek belaka10

Pengajaran model demikian ini memposisiskan guru sebagai pihak yang ”menang”sedangkan siswa sebagai pihak yang “kalah”, suatu dikootomi yang mestinya tidak layak terjadi mengingat pengajaran bukan proses perbandingan sehingga ada yang menag dan ada yang kalah. Dengan istilah lain pengajar ini terkadang disebut pengajaran model komando. Seorang komandan dalam militer posisinya selalu diatas, memegang perintah yang harus ditaati.
Pengajaran model gaya komando ini memerankan guru, yang oleh S. Nasution disebut guru yang bertipe dominatif sebagai lawan dari tipe integrative.11 Pengajaran tersebut mendapat kritik keras karena mematikan semangat demokratisasi dan kreativitas siswa, tidak menghargai siswa dan keagamaannya.12 Guru merasa memiliki wewenang apa saja yang berkaitan dengan pembelajaran dan tidak boleh diganggu gugat oleh siswa maupun pihak lain, praktis, pengajaran model tersebut hanya menjadikan guru pandai sepihak sedangkan siswa tetap bodoh, pasif, kering ide atau gagasan, stagnan, tertindas dan terbelenggu.
Upaya pembelajaran yang ternyata berbalik membelenggu ini tidak lepas begiitu saja-karena akibat demikian tidak pernah disadari guru dominatif tersebut-selagi belum ada gugatan secara maksimal untuk mewujudkan pembelajaran yang benar-benar demokratis sebagai kebutuhan pendidikan secara mendesak.

Pembelajaran Demokratis
            Sebagai upaya untuk keluar dari pembelajaran yang membelenggu tersebut menuju pada pembelajaran yang membebaskan dibutuhkan keterbukaan dan sikap lapang dada dari guru untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa guna mengekspresikan gagasan dan pikirannya Freirw mengatakan,” pendekatan yang membebaskan merupakan proses dimana pendidikan mengkondisikan siswa untuk mengenal dan mengungkapkan kehidupan yang senyata secara kritis.”13 Dalam pendidikan yang membebaskan ini tidak ada subjek yang membebaskan atau objek yan dibebaskan karena tidak ada dikotomi antara subjek dan objek.14 Guru dan siswa sama-sama subjek dan objek sekaligus. Keduanya dimungkinkan saling take and give (menerima dan memberi). Hanya saja jika guru sebagai pembelajar senior, maka siswa sebagai pembelajar junior,jadi tetap ada perbedaan pengalaman dan karena perbedaan inilah seihingga guru tetap lebih banyak memberi kepada siswa dari pada siswa memberi kepada guru. Tetapi pemberian guru kepada siswa itu sifatnya dorongan, rangsangan atau pancingan agar siswa berkreasi sendiri, bukan sebagai stimulus.15   
            Aliran ini sesungguhnya telah berpandangan progresif. Peran siswa telah dimaksimalkan jauh melebihi peran-peran tradisionalnya dalam himpitan pengajaran model gaya komando. Upaya memaksimalkan peran siswa ini sebagai bentuk riil dari misi pembebasan siswa dari keterbelengguan akibat penindasan guru. Melalui pembebasan ini, diharapkan siswa memiliki kemandirian yang tinggi dalam memberdyakan potersi yang dimiliki untuk berpendapat, bersikap dan berkreasi sendiri.
      Oleh karena itu, mesti ada dialog. “ciri aksi budaya yang meperjuangkan kebebasan adalah dialog, sedangkan yang mengarah pada dominasi justru anti dialog dan mendomistifikasikan rakyat.”16 tangung jawab guru yang menempatkan diri teman dialog bagi siswa lebih besar dari pada guru yang hanya memindahkan informasi yang harus diingat siswa.17 Sebab guru sedang memupuk sikap keberanian, sikap kritis ,dan sikap toleran terhadap pandangan yang berbeda bahkan bertentangan sekalipun, melalui tradisi saling tukar pandangan dalam menyiapkan suatu masalah.
      Tradisi dialogis ini sebagai salah satu bentuk suasana yang mendukung pembelajaran demokratis, yaitu suasana yang melibatkan para siswa dalam proses pembelajaran secara maksimal dengan memperhatikan sepenuhnya terhadap inisiatif, pemikiran, gagasan, ide, kreativitas, dan karya siswa. Mereka diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menjadi subjek dalam proses pembelajaran.
      Mengingat pentingnya dialog ini, maka pemerintah mengamanatkan melalui Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang ditetapkan sebagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh pendidik dan tenaga kependidikan. Amanat itu terdapat pada pasal 40 ayat 2. Isi dari pasal tersebut adalah:
       Pendidikan dan tenaga kependidikan berkewajiban:
menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis.
Mempunyai komitemen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan
Memberikan teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan keprcayaan yang diberikan kepadanya.18
Seiring dengan demokrasi politik. Ada tuntutan demokrasi pendidikan dalam prakteknya berimplikasi pada demokrasi pembelajaran dengan indikasi menciptakan suasana dialogis. Dengan demikian, peranan guru dalam penyampaian pengetahuan menjadi sangat berkurang yang digantikan oleh peranan siswa yang semakin menguat. Tuntutan dialog belakangan ini sebagai suatu yang tak terelakkan lagi dalam kehidupan pendidikan demokratis, sekaligus membuktikkan adanya pergeseran posisi siswa dari posisi objek ke posisi subjek dalam berbagai kesempatan.
Demikian pula, pergantian istilah anak didik, terdidik maupun objek didik menjadi peserta didik bahkan pembelajar bukan hanya persoalan semantic, melainkan perubahan paradigma pembelajaran yang banyak dipengaruhi oleh aliran-aliran pendidikan yang berorientasi pada kondisi demokratis dan emansipatoris, dengan memerankan siswa agar lebih produktif,progresif dan pro-aktif dibandingkan peran masa lampaunya. Bagaimana istilah peserta didik apalagi pembelajar akan selalu mengesankan kondisi aktif pada istilah anak didik, terdidik maupun objek didik.
Oleh karena itu, belakangan ini pengertian perencananaan untuk memberi peluang pada siswa-siswanya mengembangkan aktivitas belajar, serta mengeksplorasi berbagai pengalaman baru untuk mencapai berbagai kompetensi yang diidealkannya, dan telah menjadi kesepakatan-kesepakatan kelas bersama dengan gurunya.19 Guru tidak banyak mencampuri mengatur dan menegur pekerjaan anak, akan tetapi membiarkan bekerja menurut kemampuan dan cara masing-masing sikap in cocok dengan kuirkulum ‘student centered”.20
Selanjutnya perkembangan paling menarik terjadi sejak 25 tahun terakhir bahwa guru-guru di berbagai sekolah di Amerika melakukan transaksi kurikulum dengan para siswanya. Guru menawarkan berbagai kompetendi pada siswanya, sedang siswa memilih serta menentukan sendiri apa yang mereka pelajari dengan gurunya itu. Implikasi adalah terjadi kajian dari sesama siswa untuk menentukan berbagai bahan materi pelajaran yang akanmereka pelajari dalam masa tertentu. Inilah yang disebut sebagai curriculum as transaction and curriculum as inquiry.21
Kasus ini benar-benar menggambarkan pembelajaran demokratis lantaran melibatkan siswa dalam menentukan sendiri kompetensi maupun bahan pelajaran sesuai dengan selera dan kebutuhan mereka sendiri tanpa paksaan maupun intervensi guru.keterlibatan siswaseperti ini makin mendesak untuk direalisasikan, sehingga dibutuhkan guru yang benar-benar professional.

Profesionalisme Guru
            Profesionalisme menjadi taruhan ketika mengahadapi tuntutan-tuntutan pembelajaran demokratis karena tuntutan tersebut merefleksikan suatu kebutuhan yang semakin kompleks yang berasal dari siswa; tidak sekedar kemampua guru mengauasi pelajaran semata tetapi juga kemampua lainnya yang bersifat psikis, strategis dan produktif. Tuntutan demikian ini hanya bisa dijawab oleh guru yang professional
            Oleh karena itu, Sudarwan Danim menegasakan bahwa tuntutan kehadiran guru yang profesional tidak pernah surut, karena dalam latar proses kemanusiaan dan pemanusiaan,ia hadir sebagai subjek paling diandalkan, yang sering kali disebu sebagai Oemar bakri.22
       Istilah professional berasal dari profession, yang mengandung arti sama dengan occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus..23 ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan professionalisme yaitu okupasi, profesi dan amatif. Terkadang membedakan antar para professional, amatir dan delitan.24 Maka para professional adalah para ahli di dalam bidangnya yang telah memperoelh pendidikan atau pelatihan yang khusus untuk pekerjaan itu.
    Kemudian bagaimanakah hubungan profesional dengan kompetensi? M. Arifin menegaskan bahwa kompetensi itu bercirikan tiga kemampua profesional yang kepribadian guru, penguasa ilmu dan bahan pelajaran, dan ketrampilan mengajar yang disebut the teaching triad.26   Ini berarti antara profesi dan kompetensi memilki hubungan yang erat: profesi tanpa kompetensi akan kehilangan makna, dankopetensi tanpa profesi akan kehilanga guna.27
     Untuk memahami profesi, kita harus mengenali melaui Ciri-cirnya. Adapun ciri-ciri dari suatu profesi adalah:
- memiliki suatu keahlian khusus
- merupakan suatu penggilan hidup
- memiliki teori-teori yang baku secara universal
- mengabdikan diri untuk masyarakat dan bukan untuk diri sendiri
- dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi yang aplikatif
- memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaannya
- mempunyai kode etik
- mempunyai klien yang jelas
- mempunyai organisasi profesin yang kuat
- mempunyai hubungan dengan profesi pada bidang-bidang yang alin.28

Ciri-ciri tersebut masih general, karena belum dikaitkan dengan bidang keahlian tertentu. Bagi profesi guru berarti ciri-ciri itu lebih spesifik lagi dalam kaitannya dengan tugas-tugas pendidikan dan pengajaran baik di dalam maupun di luar kelas.
Mengenai kompetensi, di Indonesia telah ditetapkan sepuluh kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sebagai instructional leader, yaitu: (1) memiliki kepribadian ideal sebagai guru; (2) penguasaan landasan pendidikan; (3)menguasai bahan pengajaran; (4)kemampuan menyusun program pengajaran; (6) kemampuan menilai hasil dan proses belajar mengajar; (7)kemampuan menyelenggarakan program bimbingan; (8) kemampuan menyelenggarakan administrasi sekolah; (9) kemampuan bekerja sama dengan teman sejawat dan masyarakat; dan (10) kemampuan menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.29
Dengan begitu, tugas guru menjadi lebih luas lagi dari pada proses mentransmisikan pengetahuan, membangun afeksi, dan mengembangkan fungis psikomotorik,karena di dalamnya terkandung finsi-funsi produksi.30 Guru yang mogok mengajar apapun alasannya merupakan counter productive proses pendidikan dan pembelajaran yang bermisi kemanusiaan universal itu.31 dari sisi etika keguruan juga tidak layak terjadi sebab figu guru menjadi panutan di kalangan masyarakat setidaknya bagi para siswanya sendiri. Disini predikat guru sebagai pendidikitu berkonotasi dengan tindakan-tindakan yang senantiasa memberi contoh yang baik dalam semua perilakunya.
Sebagai pendidik, guru harus professional sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Sitem Pendiidkan Nasional bab IX pasal 39 ayat 2:
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabidaian kepada mayarakat, terutama bagi pendidikan pada pergurua tinggi.32
     Ketentuan ini mencakup tipe macam kegiatan yang harus dilaksanakan oeh guru yaitu pengajaran, penelitan, dan pengabdian masyarakat. Beban ini tidak ada bedanya denganbebabn bagi dosen. Tiga macam kegiatan tersebut secara hierarchy melambangkan tiga upaya berjenjang dan meluas gerakannya. Pengajaran melambangkan pelaksanaan tugas rutin, penelitian melambangkan upaya pengembangan profesi, sedang pengabdian melambangkan pemberian kontribusi sosial kepada masyarakat akibat prestasi yang dicapai tersebut.
      Dari ketiga kegiatan tersebut, terutama penelitian menuntut sikap gurui dinamis sebagai seorang professional. ‘seorang profesional adalah seorang yang terus meneur berkembang atau trainable.33 Untuk mewujudkan keadaan dinamis ini pendidikan guru harus mampu membeklai kemampuan kreativitas, rasionalitas, ketrlatihan memecahkan masalah , dan kematangan emosionalnya.34 Semua bekal ini dimaksudkan mewujudkan guru yang berkualitas sebagai tenaga profesional yang sukses dalam menjalankan tugasnya.
    Keberhasilan guru dapat ditinjau dari dua segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, guru berhasil bila mampu melibatkan sebagian besar peserta didik secara aktif baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, juga dari gairah dan semangat mengajarnya serta adanya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi hasil, guru berhasil bila pembelajaran yang diberikannya mampu mengubah perilaku pada sebagian besar peserta didik ke arah yang lebih baik.35 Sebaliknya,dari sisi siswa, belajar akan berhasil bila memenuhi dua persyaratan: (1) belajar merupakan sebuah kebutuhan siswa, dan (2)ada kesiapan untuk belajar, yakni kesiapan memperoleh pengalaman-pengalaman baru baik pengetahuan maupun ketrampilan.36
    Hal ini merupakan gerakan dua arah, yaitu gerakan profesional dari guru dan gerakan emosional dari siswa. Apabila yang bergerak hanya satu pihak tentu tidak akan berhasil, yang dalam istilah sehari-hari disebut bertepuk sebelah tangan. Sehebat-hebatnya potensi guru selagi tidak direspons positif oleh siswa, pasti tidak berarti apa-apa. Jadi gerakan dua arah dalam mensukseskan pembelajaran antara guru dan siswa itu sebagai gerakan sinergis.
      Bagi guru yang profesioanl, dia harus memiliki kriteria-kriteria tertentu yang positif. Gilbert H. Hunt menyatakan bahwa guru yang baik itu harus memenuhi tujuh kriteria:
- sifat positif dalam membimbing siswa
- pengetahuan yang mamadai dalam mata pelajaran yang dibina
- mampu menyampaikan materi pelajaran secara lengkap
- mampu menguasai metodologi pembelajaran
- mampu memberikan harapan riil terhadap siswa
- mampu merekasi kebutuhan siswa
- mampu menguasi manajemen kelas37

Disamping itu ada satu hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus bagi guru yang profesional yaitu kondisi nyaman lingkungan belajar yang baik secara fisik maupun psikis. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 40 ayat 2 bagian 2 di muka menyebut dengan istilah menyenangkan. Demikia juga E. Mulyasa menegaskan, bahwa tugas guru yang paling utama adalah bagaimana mengkondisikan lingkungan belajar yang menyenangkan, agar dapat membangkitkan rasa ingin tahu semua peserta didik sehingga timbul minat dan nafsunya untuk belajar38. Adapun Bobbi Deporter dan Mike Hernachi menyarankan agar memasukkan musik dan estetika dalam pengalama belajar siswa39. karena musik berhubungan dan mempengaruhi kondisi fisiologis siswa40 ayng diiringi musik membuat pikiran selalu siap dan mampu berkonsentrasi.41 dalam situasi otak kiri sedang bekerja, masuk akan membangkitkan reaksi otak kanan yang intuitif dan kreatif sehingga masukannya dapat dipadukan dengan keseluruhan proses42.
Terkait dengan suasana yang nyaman ini, perlu dipikirkan oleh guru yang profesional yaitu menciptakan situasi pembelajaran yang bisa menumbuhkan kesan hiburan. Mungkin semua siswa menyukai hiburan, tetapi mayoritas mereka jenuh dengan belajar. Bagi mereka belajar adalah membosankan, menjenuhkan, dan di dalam kelas seperti di dalam penjara. Dari evaluasi  yang didasarkan pada pengamatan ini, maka sangat dibutuhkan adanya proses pembelajaran yang bernuansa menghibur. Nuansa pembelajaran ini menjadi “pekerjaan rumah”bagi para guru khususnya guru yang profesional.

Kesimpulan
            Selama ini model pembelajaran dalam pendidikan masih seperti ungkapan paul Freire, pendidikan”gaya bank” yang bersifat penindasan pada siswa. Keadaan ini harus diubah menjadi pendidikan (Pembelajaran) yang demokratis yang membawa misi pembebasan bagi mereka. Untuk mewujudkan model pendidikan yang emansipatoris itu dibutuhkan guru yang profesional.
            Profesional guru tercermin dalam berbagai keahlian yang dibutuhkan pembelajaran baik terkaut dengan bidang keilmuan yang diajarkan,”kepribadian”, metodologi, pembelajaran, maupun psikologi belajar. 


DAFTAR RUJUKAN

Pernyataan Ahli Sosiologi ini dikutip Sodiq. A Kuntoro, Dimensi Manusia dalam Pemikiran Indonesia, Yogyakarta: CV Bur Cahaya, 1985)H. 34
Bobbi Deporter dan Mieke Hernachi, Quantum Learning Membiasakan BelajarNyaman dan Menyenangkan,(Bandung:Kaifa, 2002) H.24
Paulo Freire, Politik Pendidikan dan Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, Yogyakarta: Kerjasama Pustaka Pelajar dengan ead, 2002) H.28
Freire, Pendidikan, Hh 51-52
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), H.116
Mska Masstlon,Tracking from Command to Discovery, (California; Wadsworth Publishing Company, 1972), H.43
Donald P. Kauchos\ck And Paul D. Eggen , Learning And Teaching Research Basid Methods,(Baston: Allya And Baron, 1998), P.6
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Ttp: Pustaka Widyatama, Tt), P.6
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan DemokratisSebuah Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidika, (Jakarta: Prenada Media, 2004), H. 92
Nasution, Sosiologi, H. 116
Jerry Aldridge And Renetta Soldman, Current Issues And Trends In Education, (Boston, USA: Allya And Baron, 2002), H. 77
Sudarwan  Danim,Agenda Pemabruan Sistem Pendidikan,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), H. 191-192
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan(Islam dan Umum),(Jakarta: Bumi Aksara, 1991). H. 105
H. A. R. Tilaar, Paradigma Baru PendidikanNasional, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), H. 137
Ibid
Djohar, Pendidikan Strategik Alternatif Untuk Pendidikan Masa Depan ,(Yogyakarta:LESFI, 2003), H.
E. Mulwoso, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsp, Karakteristik dan Implementas, (Bandug: PT Remaja Rosdakarya,2002) H.187
S.K Kockar, Methods And Technique of Teaching, Delhi India: Sterling Publisher, 1967), P. 28
Gilbert H. Hunt, Et Al. efectie Teaching, Preparation And Implementation, Illnois: Charless C. Thomas Publiesher, 1999), P. 15-16
Mulyoso, Kurikulum,H. 188


sastra

BAB    I
PENDAHULUAN

Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata - mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu, 2004: 2).
Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah: Novel cerita/cerpen (tertulis/lisan), syair, pantun, sandiwara/drama, lukisan/kaligrafi.
Novel adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk  mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.
Menurut khasanah kesusastraan Indonesia modern, novel berbeda dengan roman. Sebuah roman menyajikan alur cerita yang lebih kompleks dan jumlah pemeran (tokoh cerita) juga lebih banyak. Hal ini sangat berbeda dengan novel yang lebih sederhana dalam penyajian alur cerita dan tokoh cerita yang ditampilkan dalam cerita tidak terlalu banyak.
Berdasarkan ulasan di atas, maka penulis membuat makalah ini guna membantu para pembaca yang ingin menekuni dunia novel. Selain tentang pengertian dan unsur – unsur novel, makalah ini juga memuat catatan tentang novel – novel yang pertama muncul serta dilengkapi juga dengan panduan untuk membuat novel agar menarik untuk dibaca.
Demikian gambaran isi makalah ini dari penulis. Akhir kata, kami ucapkan terima kasi


BAB    II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Novel
Dari sekian banyak bentuk sastra seperti esei, puisi, novel, cerita pendek, drama, bentuk novel, cerita pendeklah yang paling banyak dibaca oleh para pembaca. Karya– karya modern klasik dalam kesusasteraan, kebanyakan juga berisi karya– karya novel.
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar tapi juga ada kelanjutannya. Yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Novel adalah novel syarat utamanya adalah bawa ia mesti menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis membacanya.
Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka. Yang penting memberikan keasyikan pada pembacanya untuk menyelesaikannya. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola – pola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi social, sedang novel hiburan Cuma berfungsi personal. Novel berfungsi social lantaran novel yang baik ikut membina orang tua masyarakat menjadi manusia. Sedang novel hiburan tidak memperdulikan apakah cerita yang dihidangkan tidak membina manusia atau tidak, yang penting adalah bahwa novel memikat dan orang mau cepat–cepat membacanya.
Banyak sastrawan yang memberikan yang memberikan batasan atau definisi novel. Batasan atau definisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut pandang yang mereka pergunakan juga berbeda-beda. Definisi – definisi itu antara lain adalah sebagai berikut :
1.    Novel adalah bentuk sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat (Jakob Sumardjo Drs).
2.    Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya social, moral, dan pendidikan (Dr. Nurhadi, Dr. Dawud, Dra. Yuni Pratiwi, M.Pd, Dra. Abdul Roni, M. Pd).
3.    Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu : undur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang kedua saling berhubungan karena sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra (Drs. Rostamaji,M.Pd, Agus priantoro, S.Pd).
4.    Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intrinsic (Paulus Tukam, S.Pd)
B.     Unsur-Unsur Novel
Novel mempunyai unsur-unsur yang terkandung di dalam unsur-unsur tersebut adalah :
1.    Unsur Intrinsik
Unsur Intrinsik ini terdiri dari :
a. Tema
Tema merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang mendasari jalan cerita novel (Drs. Rustamaji, M.Pd, Agus priantoro, S.Pd)
b. Setting
Setting merupakan latar belakang yang membantu kejelasan jalan cerita, setting ini meliputi waktu, tempat, social budaya (Drs, Rustamaji, M.Pd, Agus Priantoro, S.Pd)
c. Sudut Pandang
Sudut pandang dijelaskan perry Lubback dalam bukunya The Craft Of Fiction (Lubbock, 1968).


Menurut Harry Show (1972 : 293) sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu :
1.    Pengarang menggunakan sudut pandang took dan kata ganti orang pertama, mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.
2.    Pengarang mengunakan sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih banyak mengamati dari luar daripada terlihat di dalam cerita pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga.
3.    Pengarang menggunakan sudut pandang impersonal, ia sama sekali berdiri di luar cerita, ia serba melihat, serba mendengar, serba tahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.
d. Alur / Plot
Alur / plot merupakan rangkaian peristiwa dalam novel. Alur dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu alur maju (progresif) yaitu apabila peristwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur mundur (flash back progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung (Paulus Tukan, S.Pd)
e. Penokohan
Penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku. Pelaku bisa diketahu karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, lingkungan tempat tinggal. (Drs. Rustamaji, M,Pd, Agus Priantoro, S.Pd)
f. Gaya Bahasa
Merupakan gaya yang dominant dalam sebuah novel (Drs. Rustamaji, M,Pd, Agus Priantoro, S.Pd)
2.    Unsur Ekstinsik
Unsur ini meliputi latar belakang penciptaan, sejarah, biografi pengarang, dan lain – lain, di luar unsur intrinsic. Unsur – unsur yang ada di luar tubuh karya sastra. Perhatian terhadap unsur – unsur ini akan membantu keakuratan penafsiran isi suatu karya sastra (Drs. Rustamaji, M,Pd, Agus Priantoro, S.Pd).

C.    Unsur – unsur Novel Sastra
Novel sastra serius dan novel sastra hiburan mempunyai beberapa unsur yang membedakan keduanya. Unsur – unsur novel sastra serius adalah sebagai berikut :
- Dalam teman : Karya sastra tidak hanya berputar – putra dalam masalah cinta asmara muda – mudi belaka, ia membuka diri terhadap semua masalah yang penting untuk menyempurnakan hidup manusia. Masalah cinta dalam sastra kadangan hanya penting untuk sekedar menyusun plot cerita belaka, sedang masalah yang sebenarnya berkembang diluar itu.
- Karya sastra : Tidak berhenti pada gejala permukaan saja, tetapi selalu mencoba memahami secara mendalam dan mendasar suatu masalah, hal ini dengan sendirinya berhubungan dengan kematangan pribadi si sastrawan sebagai seorang intelektual.
- Kejadian atau pengalaman yang diceritakan dalam karya sastra bisa dialami atau sudah dialami oleh manusia mana saja dan kapan saja karya sastra membicarakan hal – hal yang universal dan nyata. Tidak membicarakan kejadian yang artificial (yang dibikin – bikin) dan bersifat kebetulan.
- Sastra selalu bergerak, selalu segar dan baru. Ia tidak mau berhenti pada konvensialisme. Penuh inovasi.
- Bahasa yang dipakai adalah bahasa standard an bukan silang atau mode sesaat.
Sedangkan novel sastra hiburan juga mempunya unsur – unsur sebagai berikut :
- Tema yang selalu hanya menceritakan kisah asmara belaka, hanya itu tanpa masalah lain yang lebih serius.
- Novel terlalu menekankan pada plot cerita, dengan mengabaikan karakterisasi, problem kehidupan dan unsur-unsur novel lain.
- Biasanya cerita disampaikan dengan gaya emosional cerita disusun dengan tujuan meruntuhkan air mata pembaca, akibatnya novel demikian hanya mengungkapkan permukaan kehidupan, dangkal, tanpa pendalaman.
- Masalah yang dibahas kadang-kadang juga artificial, tidak hanya dalam kehidupan ini. Isi cerita hanya mungkin terjadi dalam cerita itu sendiri, tidak dalam kehidupan nyata.
- Karena cerita ditulis untuk konsumsi massa, maka pengarang rata-ratatunduk pada hokum cerita konvensional, jarang kita jumpai usaha pembaharuan dalam jenis bacaan ini, sebab demikian itu akan meninggalkan masa pembacanya.
- Bahasa yang dipakai adalah bahasa yang actual, yang hidup dikalangan pergaulan muda-mudi kontenpores di Indonesia pengaruh gaya berbicara serta bahasa sehari-hariamat berpengaruh dalam novel jenis ini.
D.    Nilai-nilai yang terkandung dalam novel sastra.
1)    Nilai Sosial
Nilai sosial ini akan membuat orang lebih tahu dan memahami kehidupan manusia lain.
2)    Nilai Ethik
Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri yaitu novel yang isinya dapat memausiakan para pembacanya, Novel-novel demikian yang dicari dan dihargai oleh para pembaca yang selalu ingin belajar sesuatu dari seorang pengarang untuk menyempurnakan dirinya sebagai manusia.
3)    Nilai Hedorik
Nilai hedonik ini yang bisa memberikan kesenangan kepada pembacanya sehingga pembaca ikut terbawa ke dalam cerita novel yang diberikan
4)     Nilai Spirit
Nialai sastra yang mempunyai nilai spirit isinya dapat menantang sikap hidup dan kepercayaan pembacanya. Sehingga pembaca mendapatkan kepribadian yang tangguh percaya akan dirinya sendiri.


5)    Nilai Koleksi
Novel yang bisa dibaca berkali-kali yang berakibat bahwa orang harus membelinya sendiri, menyimpan dan diabadikan.
6)    Nilai Kultural
Novel juga memberikan dan melestarikan budaya dan peradaban masyarakat, sehingga pembaca dapat mengetahui kebudayaan masyarakat lain daerah.
E.     Jenis Novel Hiburan
Jenis dari novel hiburan bermacam-macam menurut upaya, seperti :
a. Novel detektif
b. Novel roman
c. Novel mistery
d. Novel Gothis
e. Novel criminal
f. Novel science fiction(sf)
Novel hiburan ini merupakan bacaan ringan yang menghibur dan novel hiburan ini jauh lebih banyak ditulis dan diterbitkan serta lebih banyak dibaca orang sebagai pembaca untuk jenis novel hiburan ini jumlahnya amat banyak karena sifatnya yang personal dan isinya hanya kenyataan semua dan gambaran fantasi pengarang saja.
Novel hiburan juga menceritakan hal-hal yang indah seperti cerita percintaan yang sentimentil, sehingga pembaca sangat menyukainya. Novel hiburan ini juga diperhatikan oleh para kritisi yang menyangkut masalah komersialnya, Novel ini gemari oleh semua golongan masyarakat mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, baik laki-laki maupun dewasa.
F.    Novel – novel Pertama
Jepang adalah tempat lahirnya novel yang pertama. Novel itu berjudul Hikayat Genji, yang ditulis pada abad ke-11 oleh Murasaki Shikibu. Ceritanya berfokus pada tokoh khayalan Pangeran Genji, hubungan asmaranya, dan keturunan-keturunannya. Hikayat Genji melukiskan kehidupan istana Jepang pada periode Heian dan memberikan penggambaran memikat tentang wanita Jepang pada masa itu.
Namun, novel berkembang dalam bentuk modern di Eropa selama masa Renaisans. Isi novel-novel awal ini mencerminkan perhatian masyarakat pada umumnya saat itu, termasuk munculnya kelas menengah sebagai kelompok sosial, gugatan terhadap agama dan nilai-nilai moral tradisional, minat terhadap sains dan filsafat, serta hasrat akan penjelajahan dan penemuan.
Novel-novel Eropa yang paling awal, disebut novel-novel picaresque, adalah kisah-kisah petualangan yang menampilkan tokoh-tokoh utama yang cerdik, atau picaros, yang mengandalkan kecerdikan mereka untuk bertahan. Bertolak-belakang dengan roman-roman kesatriaan yang puitis, yang mengisahkan perjuangan mencapai cita-cita spiritual tinggi, novel-novel picaresque merayakan petualangan sebagai hiburan belaka.
Novel picaresque yang paling terkenal adalah Lazarillo de Tormes (1554), ditulis oleh pengarang Spanyol yang anonim. Novel ini bercerita tentang seorang anak lelaki yang mencoba bertahan di dunia yang penuh dengan para petani yang kejam, pendeta yang jahat, bangsawan yang berkomplot, dan sederetan tokoh-tokoh yang kasar.
Karya yang lebih serius adalah Don Quixote (1605, 1615), tulisan pengarang Spanyol Miguel de Cervantes. Kisah ini menggambarkan seorang bangsawan Spanyol idealis yang membayangkan dirinya sebagai seorang pahlawan, tetapi sesungguhnya adalah seorang pria paruh baya biasa yang membaca banyak roman kesatriaan sehingga dia tidak menyentuh realitas.
Semenjak itu, novel telah berkembang meliputi banyak genre. Umumnya, kini novel dibedakan atas genre novel sosial, novel psikologi, novel pendidikan, novel filsafat, novel populer, dan novel eksperimen. Novel populer sendiri terdiri atas novel detektif, novel spionase, novel fiksi ilmiah, novel sejarah, novel fantasi, novel horor, novel percintaan, dan novel Western.
Novel detektif pertama adalah The Moonstone (1868), karangan penulis Inggris Wilkie Collins. Novel ini tidak hanya berisi teka-teki rumit siapa yang mencuri permata langka bernama Moonstone, tetapi juga memperkenalkan jagoan detektif modern yang pertama, Sersan Coff, diciptakan berdasarkan penyelidik kriminal sungguhan yang menyukai mawar.
Novel spionase pertama adalah The Riddle of the Sands (1903) karangan Erskine Childers. Novel ini mencangkok aspek-aspek cerita misteri dan kriminal pada plot yang melibatkan intrik internasional. The Riddle of the Sands adalah cerita khayalan tentang persiapan Jerman menyerang Inggris melalui laut. Childers menggunakan pengalamannya sebagai seorang nakhoda kapal untuk menggambarkan detail cerita itu.
Sebetulnya, sudah ada unsur-unsur fiksi ilmiah di dalam tulisan-tulisan lama, tetapi novel fiksi ilmiah sejati yang pertama adalah Journey to the Center of the Earth (1864) karya Jules Verne. Novel ini memasukkan geologi dan penelitian tentang gua-gua ke dalam cerita khayalan tentang perjalanan menuju perut bumi. Verne adalah pengarang pertama yang mengkhususkan diri dalam fiksi ilmiah. Novel-novelnya banyak yang mendahului zaman, antara lain From the Earth to the Moon (1865) dan 20,000 Leagues Under the Sea (1870).
Novel sejarah pertama adalah Waverley (1814), karangan novelis Skotlandia Sir Walter Scott. Novel ini dan banyak sekuelnya berkisah seputar kejadian-kejadian bersejarah di Skotlandia, Inggris, dan daerah-daerah lainnya di dunia.
Novel fantasi pertama adalah Alice's Adventures in Wonderland (1865) dan Through the Looking-Glass and What Alice Found There (1871) karya pengarang Inggris Lewis Carroll. Kedua buku ini bercerita tentang seorang anak perempuan yang masuk ke dalam sebuah dunia yang aneh, bertemu dengan kelinci yang bisa berbicara, dan mengalami kejadian-kejadian yang seperti mimpi.
Agak sulit menentukan novel horor yang pertama. Ada yang menyebutkan Frankenstein (1818) karya Mary Wollstonecraft Shelley, sebuah novel Gotik tentang penciptaan monster. Tetapi, ada pula yang menyebutkan buku Dracula (1897) karya Bram Stoker sebagai novel horor sejati yang pertama. Novel ini memadukan cerita rakyat yang mengerikan yang usianya sudah berabad-abad dengan kisah psikopat sungguhan Count Vlad Dracul dari Rumania.
Novel percintaan pertama adalah Jane Eyre (1847) karya novelis Inggris Charlotte Bronte. Novel ini bercerita tentang seorang gadis muda yatim piatu yang mendapatkan pekerjaan sebagai seorang guru privat dan kemudian jatuh cinta pada majikannya.
Adapun novel Western pertama adalah The Virginian (1902), karangan Owen Wister. Para penulis cerita picisan telah menghasilkan banyak cerita tentang para penjahat selama tahun 1880-an dan 1890-an, tetapi Wister adalah pengarang pertama yang mengangkat koboi sebagai jagoan literer. Sang tokoh menjalani hidup yang keras, kehilangan kekasihnya, dan menghadapi duel senjata. Novel ini menjadi best-seller dan kemudian dibuatkan drama, film, dan serial televisi.
G.     Tips menulis novel
Banyak sekali orang mencari tips bagaimana menulis novel. Sebenarnya tidak perlu cara khusus untuk bisa menulis novel yang terpenting kalau menurut saya, "membuat suatu karya adalah sebuah imajinasi dari sebuah kreativitas jadi tulis saja apa yang ada di kepala kita"
Banyak orang yang salah tujuan dalam membuat novel. Mungkin benar seandainya kita membuat novel nantinya pasti ingin kita terbitkan dan kenyataan yang harus dihadapi kalau menerbitkan sebuah novel itu ternyata susah dan buat pemula pasti sering menyerah dan berputus asa ketika karyanya tidak lolos seleksi penerbit.
Ok kita tinggalkan dulu pembahasan tadi. Bila kalian yang membaca ini adalah seorang penulis amatir yang baru belajar membuat novel, satu hal yang perlu kalian ingat "Jangan menulis novel untuk penerbit"  maksudnya banyak sekali orang bermimpi menghasilkan sebuah novel yang bisa diterbitin dan membuat kita menjadi langsung terkenal. Bermimpi seperti itu boleh saja tapi harus diingat bahwa kenyataannya kalian masih "pemula". Dalam kenyataan tidak ada kesuksesan yang instan butuh sebuah latihan berkali-kali bahkan sering gagal itu adalah suatu kewajaran.
Saya tidak akan membahas secara teknik penulisan yang mudah dalam membuat novel karena saya sendiri bukan atau bisa dibilang juga tidak ngerti dengan EYD atau bagaimana menulis yang baik. Langsung saja ini tips dari saya buat kalian yang ingin bisa membuat novel (bukan tips membuat novel yang langsung terkenal) :
1.    Menulislah untuk orang yang kalian sayang, misalkan orang tua atau pacar atau sahabat kalian. Seperti yang saya bilang tadi jangan menulis untuk penerbit karena karya yang hebat itu terlahir dari sebuah niat tulus dari pembuatnya, contohnya Laskar pelangi yang awal niatnya hanya untuk hadiah gurunya, malah menjadi buming seperti sekarang. Sebenarnya intinya bukan itu sih, ketika kita membuat karya untuk orang yang kita sayangi maka kita akan memiliki sebuah power tambahan untuk bisa menyelesaikan karya novel kita, karena membuat novel itu butuh kesabaran, komitmen menyelesaikan dan terus berpikir kreatif untuk menemukan ide-ide baru sehingga novel yang kita buat nantinya bisa baik.
2.    Tulislah apa yang ada dipikiran kalian, jangan memikirkan apakah ide yang muncul di kepala itu bagus atau tidak. Kalau ada ide langsung tulis, baru kalau sudah selesai cerita yang kita buat, kita lakukan revisi dan pengeditan.
3.    Tetap komitmen untuk menyelesaikan novel kita. Jujur pengalaman saya membuat novel pendek sepanjang 130 halaman butuh waktu empat bulan dan pada bulan pertama novel yang saya buat terhapus dari laptop  dan parahnya lagi data filenya tidak bisa direcovery akhirnya buat lagi dari awal. Karena saat itu saya membuat novel itu untuk hadiah cewek yang saya suka jadi mau gak mau harus diselesaikan. Singkat cerita novel itu jadi.
4.    Nah setelah cerita novel yang kita buat jadi lalu apakah harus berhenti begitu saja? Banyak penulis pemula yang setelah menyelesaikan novelnya berhenti pada tahap ini, sebenarnya hal ini adalah sebuah kesalahan. Kenapa?
Setelah selesai menulis pasti berencana untuk menerbitkannya. lalu karya itu dikirim ke penerbit dan parahnya novel ditolak lalu kecewa dan membuat novel lagi! Oya setelah selesai menulis sebaiknya kalian jadikan novel yang kalian tulis ini menjadi sebuah buku, maksudnya? Jadikan benar-benar buku seperti novel yang dijual di toko dan kalian harus membuat sendiri mulai dari desain covernya, ngeprint dan kalau jilidnya minta tolong ke tukang fotokopi biar bagus. Apa gunanya? Kalau boleh saya bilang itu sangat berguna menjadikan novel yang kita tulis menjadi sebuah buku. Banyak yang putus asa membuat novel karena mereka tidak mendapatkan hasil yang nyata. Ketika kita menjadikan novel yang kita buat dalam sebuah buku kita akan merasakan sebuah hasil yang nyata dan terlihat walaupun masih belum bisa lolos seleksi penerbit. Kita akan memiliki kumpulan novel-novel kitayang tersimpan rapi dirak buku dan akan membuat kita bangga dan percaya diri untuk menulis lagi dan ketika kita bisa menyelesaikan satu tulisan maka kemampuan kita akan bertambah dan karya yang tercipta selanjutnya akan lebih sempurna lagi.
Semoga bermanfaa tips membuat novel ini.Tips ini sebenarnya pengalaman saya dalam membuat novel untuk pertama kalinya. Kalian bisa buktikan tips ini karena saya adalah orang yang belum pernah membaca novel orang sampai selesai dan paling tidak kuat untuk membaca mampun membuat novel, ya meskipun belum bisa diterbitin tapi kata teman saya yang suka baca novel, novel yang saya buat itu cukup bagus dan membingungkan.


Berikut sedikit tips agar sukses menulis novel :
1.    Sebelum menulis tentukan tema dan jenis novel yang akan dibuat dan usahakan tema itu menarik banyak pembaca, bisa tentang pembunuhan, persahabatan, cinta, jenisnya bisa novel misteri, drama, komedi. Misalkan saja tentang “Cinta dan jenisnya drama” lalu langkah berikutnya.
2.    Dari tema cinta itu lebih diperjelas lagi menjadi tema yang khusus, misalkan saja tentang :
o   Cinta antar sahabat
o   Cinta segitiga
o   Cinta segiempat
o   Atau yang lain
3.    Setelah mendapat tema utama, misalkan saya ambil tentang “Pengorbanan Cinta”  lalu langkah berikutnya :
4.    Buat sebuah ringkasan cerita dari awal sampai akhir, contohnya :
“ Ada seorang pria yang menyukai seorang wanita, lalu seiring waktu mereka bisa berkenalan dan timbulah cinta dihati mereka. Hubungan mereka semakin dekat dan akhirnya cinta mereka bisa bersatu. Saat itu kebahagiaan seolah milik mereka berdua tapi semua keadaan itu berubah 180 derajat. Ternyata wanita pujaan menderita penyakit yang berbahaya dan harus diobati. Akhir cerita pria itu mengorbankan hidupnya untuk menyelamatkan kekasih hatinya.
5.    Setelah cerita utama disusun maka langkah selanjutnya adalah pengembangan dari cerita tersebut. Tapi tunggu dulu, sebelumnya baca hal penting berikut.
6.    Beberapa hal penting :
a.    Pilih sudut pandang yang akan digunakan dalam menuliskan cerita, sudut pandang pertama atau ketiga.
b.    Ingat novel bukanlah cerpen jadi sebisa mungkin buat penulisan yang bisa menarik pembaca tapi juga tidak mempersulit/membingungkan pembaca. Maksudnya buat bagian awal cerita dari novel itu sedemikian hingga membuat pembaca langsung tertarik ketika membacanya. Untuk bagian ini tergantung dari keahlian masing-masing.
c.     Pilih alur yang sesuai untuk novel yang akan dibuat, bisa alur maju, mundur atau bolak balik, kalau saya saranin adalah alur bolak-balik, kenapa? Karena rata-rata para pembaca novel ingin membaca cerita yang menarik tapi susah ditebak akhirnya jadi alur bolak-balik ini akan memberikan tantangan bagi mereka. Untuk lebih jelasnya ikuti langkah langkah di bawah ini :
7.    Penulisan novel
Cerita umum : “ Ada seorang pria yang menyukai seorang wanita, lalu seiring waktu mereka bisa berkenalan dan timbulah cinta dihati mereka. Hubungan mereka semakin dekat dan akhirnya cinta mereka bisa bersatu. Saat itu kebahagiaan seolah milik mereka berdua tapi semua keadaan itu berubah 180 derajat. Ternyata wanita pujaan menderita penyakit yang berbahaya dan harus diobati. Akhir cerita pria itu mengorbankan hidupnya untuk menyelamatkan kekasih hatinya.”
Pengembangan :
Bagi novel yang kalian buat itu menjadi beberapa bagian penting,            
a.    Pertemuan mereka
o   Bagaimana mereka bertemu
o   Dimana mereka bertemu
b.    Kisah Cinta
o   Bagaimana mereka bisa jatuh cinta
o   Bagaimana pria ini mendekati untuk mendapatkan cinta si wanita
o   Bagaimana cara pria ini mengungkapkan cintanya
o   Dimana tempat mereka mengungkapkan
o   Bagaimana kelanjutan hubungan mereka

c.    Sebuah Kenyataan (klimaks)
o   Bagaimana pria itu tahu penyakit wanita
o   Bagaimana penyakit itu disembuhkan
d.    Akhir cerita
o   Apa akhir yang diinginkan hapyy atau sedih
Catatan:
Untuk bagian awal novel sebaiknya dituliskan sesuatu yang menarik yang bisa membuat pembaca langsung muncul pertanyaan, kok bisa gitu? Tu tokoh kenapa?
Contoh dari cerita diatas:
                Sudah sepuluh tahun berlalu ya? Maaf aku baru bisa kembali menemui dirimu, kata Dini di depan makan seorang yang pernah dicintainya. Seandainya saja dulu aku jujur padamu, kamu pastinya masih bisa tersenyum dan tertawa, ucap Dini yang mulai meneteskan air mata. Dan….
Lalu pada bagian berikutnya kalian tulis cerita yang biasa, misalkan saat mereka pertama kali bertemu dan bagaimana berkenalan.
Contoh diatas bila dibaca akan menimbulkan pertanyaan bagi pembaca dan mereka akan merasa tertarik untuk mengetahui lebih jelasnya dan akhirnya membaca sampai selesai.

***
Ingat :
-       Saat membuat novel tak harus selesai dalam satu atau dua hari, bisa jadi satu sampai tiga bulan. Semakin lama novel dibuat biasanya semakin bagus karena aka nada ide-ide baru yang muncul jika dibandingkan menulis novel hanya satu atau dua hari saja.
-       Jangan terlalu bermimpi kalau novel yang kita buat akan bisa diterbitin oleh pernerbit. Berpikiran seperti itu boleh saja asal kita tahu batasan kita kalau terlalu berlebihan malah bisa menjatuhkan semangat kita. Kalau pendapat saya, menulis adalah sebuah kebahagiaan jadi saya menulis untuk sebuah kesenangan tak peduli hasil yang kita buat bagus atau tidak, yang penting saya menulis dengan setulus hati
-        Jadikan setiap ide menulis hingga selesai walaupun hasilnya jelek karena hal itu akan menambah pengalaman kita dan nantinya tulisan kita akan semakin bagus.
-        Menulis itu butuh latihan jadi sering-seringlah menulis dan banyak membaca.
Itu saja sedikit tips menulis dari saya, bila ada kurangnya itu pasti tapi yang penting saya berbagi pengalaman saja.
“Jangan memimpikan tulisan kita akan sehebat tulisan dari tokoh terkenal tapi yakinlah kalau tulisan kita akan lebih hebat dari mereka.”


BAB    III
PENUTUP
B.    Kesimpulan
Novel adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk  mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.
Unsur – Unsur Puisi:
1)    Unsur Intrinsik
a. Tema
b. Setting
c. Sudut Pandang
d. Alur / Plot
e. Penokohan
f. Gaya Bahasa
2)    Unsur Ekstinsik
Nilai-nilai yang terkandung dalam novel sastra.
-    Nilai Sosial
-    Nilai Ethik
-    Nilai Hedorik
-    Nilai Spirit
-    Nilai Koleksi
-    Nilai Kultural
Jepang adalah tempat lahirnya novel yang pertama. Novel itu berjudul Hikayat Genji, yang ditulis pada abad ke-11 oleh Murasaki Shikibu.
C.    Saran
1.    Hendaknya dilakukan pembinaan untuk siswa – siswa yang berpotensi dan berminat dalam pembuatan karya tulis, khususnya novel.
2.    Hendaknya diadakan semacam kompetisi karya sastra, agar para siswa lebih giat lagi mengembangkan bakat yang ada di dalam dirinya.

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/sastra
http://id.wikipedia.org/wiki/novel
http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=AwULVA5XAlAK
http://74.125.153.132/search?q=cache%3AUnAIQJNA50AJ%3Aetd.eprints.ums.ac.id%2F3546%2F1%2FG000050110.pdf+pendahuluan+novel&hl=id&gl=id
http://sobatbaru.blogspot.com/2008/04/pengertian-novel.html
http://www.arumitasakurajuni.com/artikel/10-tips-menulis-novel.html
http://www.arumitasakurajuni.com/artikel/17-tips-menulis-novel-2.html